Sejatinya, Yamaha Jupiter-Z geberan Sigit PD ini bermain di kompresi
13,6 : 1. Itu kalau di trek permanen. Maklum,
doi kan pembalap IndoPrix (IP). Tapi, karena bermain di sirkuit dadakan
yang tidak terlalu panjang, kompresi diturunkan lagi. Itu akibat
penggantian gir belakang yang dinaikan.
Jika biasanya pakai 14/
42 mata, di sirkuit Stadion Kanjuruhan, Malang pakai 14/44 mata.
Hasilnya, racer asal Jogja ini mampu podium utama di kelas 125 cc Grand
Final Yamaha Cup Race 2011 beberapa waktu lalu.
Kompresi
diturunkan hingga 13,2 : 1. Karena kalau tidak diturunkan, napas mesin
terlalu cepat habis oleh gir yang lebih ringan,” ungkap Heru ‘Kate’
Hardiyanto, selaku tunner tim Yamaha TDR FDR Federal Oil NHK Yonk Jaya
itu.
Penurunan kompresi ditempuh lewat pemapasan jenong alias
dome piston Daytona diameter 55,25 mm yang diandalkan. Berkali-kali,
piston dipapas dan diukur lewat alat ukur buret hingga dapat kompresi
yang diinginkan.
Sayangnya, pria akrab disapa Pak’De ini tak terlalu mengukur berapa tinggi dome akhir. Tapi, kepala silinder
juga ikut dipapas sekitar 0,4 mm. Hitungan ini, tetap dipakai meski ganti head silinder baru.Selain
kompresi, penyesuaian seting juga berimbas ke timing tertinggi
pengapian. Untuk limiter diseting di 14.500 rpm. Lalu, timing pengapian
yang biasanya dipatok 36º di 9.500 rpm, diturunkan jadi 36º di 8.500
rpm. Ya, turun 1.000 rpm.Kalau gir ringan, napas mesin jadi
cepat habis. Selain itu, penyesuaian juga karena sirkuit yang
patah-patah. “Biar dropnya rpm juga tidak terlalu banyak. Jadi cepat
mengail rpm lagi,” timpal alumnus fakultas Pertanian UPN Jojga 1990 itu.
Kondisi
ini sesuai karakter balap Sigit yang sebenarnya suka gaya rolling
speed. Jadi, meski trek patah-patah, tapi doi kadang masih suka gantung
rpm dibeberapa tikungan. Bisa dikatakan juga kalau Sigit suka motor yang
powernya lembut.
Untuk sistem pengapian sendiri, Pak’De lebih andalkan model rotor. Ya, pakai lempengan besi yang bobotnya dibuat jadi 550
gram. Untuk mengimbangi di sebelah kanan, balancer diterapkan hingga 400 gram.Kompresi
di ruang bakar, ditemani pemakaian klep milik Honda Sonic diameter 28
mm (in) dan 23 mm (ex). “Sengaja untuk ex dikecilkan. Sempat jajal klep
24 mm, tapi power masih kurang padat,” bilang pria ramah ini.
Durasi
kem bermain di 272º. Itu berlaku buat klep in dan ex. Hitungannya, in
34º + 58º + 180º = 272º. Sedang ex, 58º + 34º + 180º = 272º. LSA (Lobe
Separation Angle) bermain di 102º. Ini cocok untuk karakter power
menengah-atas. Ya, buat bermain rolling speed.
Pangabut bahan
bakar andalkan Keihin PWK 28 mm. Main-jet diseting 108 dan pilot-jet
cukup besar. Yaitu, 60. “Karena power motor enteng-enteng, jadi butuh
masukan sedikit besar di putaran bawahnya,” tutup Pak’De.
Belum
lagi, saluran buang juga andalkan bikin tim sendiri. Ya, knalpot terbaru
buat Jupiter-Z merek Yonk Jaya. Oh ya! karena sirkuit dadakan, Sigit
lebih
PD alias percaya diri untuk pakai stabilizer rangka di bagian
underbone. Jadi, tak masalah dengan sasis yang seolah mantul-mantul
ketika direm keras.
DATA MODIFIKASI
Ban : FDR 90/80-17
Sok belakang : YSS
Stabilizer setang : KTC
CDI: Rextor Pro Drag
Knalpot : Yonk Jaya